A.
Pendahuluan
Banten merupakan daerah yang terletak di ujung barat pulau
jawa. Provinsi ini dulunya merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat,
namun dipisahkan sejak tahun 2000,
dengan pusat pemerintahannya berada di Kota Serang.
Banten pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan kota pelabuhan yang sangat
ramai, serta dengan masyarakat yang terbuka dan makmur. Banten pada abad ke 5
merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara.
Salah satu prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagara adalah Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Lebak, yang
ditemukan di kampung lebak di tepi Ci Danghiyang, Kecamatan Munjul, Pandeglang, Banten. Prasasti ini baru
ditemukan tahun 1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa
dan bahasa Sanskerta. Isi prasasti tersebut
mengagungkan keberanian raja Purnawarman. Setelah runtuhnya kerajaan Tarumanagara
(menurut beberapa sejarawan ini akibat serangan kerajaan Sriwijaya),
kekuasaan di bagian barat Pulau Jawa dari Ujung Kulon
sampai Ci Serayu
dan Kali Brebes dilanjutkan
oleh Kerajaan Sunda. Seperti dinyatakan oleh Tome Pires,
penjelajah Portugis
pada tahun 1513,
Banten menjadi salah satu pelabuhan penting dari Kerajaan Sunda.
Menurut sumber Portugis tersebut, Banten adalah salah satu pelabuhan kerajaan
itu selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang),
Kalapa,
dan Cimanuk.
Diawali dengan penguasaan Kota Pelabuhan Banten, yang
dilanjutkan dengan merebut Banten Girang dari Pucuk Umun
pada tahun 1527, Maulana Hasanuddin,
mendirikan Kesultanan Banten di wilayah bekas Banten
Girang. Dan pada tahun 1579, Maulana Yusuf, penerus Maulana Hasanuddin,
menghancurkan Pakuan Pajajaran,
ibukota atau pakuan (berasal dar kata pakuwuan) Kerajaan Sunda. Dengan demikian
pemerintahan di Jawa Barat dilanjutkan oleh Kesultanan Banten.
Setelah Kesultanan Banten mengalami kemunduran dan
kehancuran, banyak peninggalan-peninggalan bersejarah yang ada di Banten berupa
benda-benda peninggalan Kesultanan Banten itu sendiri atau pun peninggalan Belanda
pada saat menjajah Banten. Namun dalam laporan Penelitian ini saya lebih
memfokuskan meneliti bangunan berupa peninggalan Islam Banten seperti Masjid. Masjid
adalah berasal dari bahasa Arab yang berarti tempat sujud. Masjid adalah tempat
ibadah yang khusus, seperti shalat dan i'tikaf, untuk orang Islam. Bangunan ini
juga merupakan pusat kebudayaan, muamalat, dan perkembangan dakwah Islamiah,
serta pusat aktivitas umat Islam. Masjid tidak memiliki rupa bentuk yang tetap,
tetapi tergantung pada budaya masyarakat Islam setempat. Dari sudut bahasa,
"masjid" berarti tempat bersujud. Sejak Rasulullah saw, kemajuan umat
dan gerakan Islam semuanya dimulai dari masjid. Masjid telah dijadikan sebagai
tempat untuk berkumpul, berdiskusi dan merencanakan strategi yang tidak
terbatas pada bidang dakwah malah perdagangan, hukum, dan penyebaran ilmu,
serta berbagai lagi.
Banten memiliki peniggalan berupa Masjid-Masjid
kuno yang memiliki nilai sejarah dalam pembangunannya, oleh karena itu sayang
sekali jika bangunan ini tidak di gali nilai-nilai sejarahnya. Masjid-masjid
kuno yang ada di Banten hampir semuanya dibangun pada abad ke-16 sampai abad ke-19.
Dikatakan kuno dan memiliki nilai sejarah karena masjid yang ada di Banten
hampir semuanya dibangun oleh orang-orang dari Kesultanan Banten. Dengan
mempelajari dan menggali nilai-nilai sejarah yang terkandung dalam masjid kuno
yang ada di Banten maka hal tersebut menjadi sebuah informasi sejarah Banten yang
tak ternilai harganya. Dengan demikian menjaga dan merawat situs-situs
bersejarah adalah hal yang sangat wajib kita jalankan.
B.
Lokasi Masjid Pangeran Aria Singaraja
Masjid Pangeran Aria Singaraja atau sekarang
lebih dikenal dengan Masjid Singarajan, berlokasi di Jl. Raya Pontang Kp.
Singarajan Rt. 02 Ds. Singarajan Kec. Pontang, Kabupaten Serang dengan jarak
tempuh dari pusat Ibu Kota Provinsi Banten sekitar 26 Km. Sebelum desa ini
ramai seperti sekarang, masjid ini terletak persis di mulut desa namun setelah
desa ini ramai penduduk letak masjid pun sedikit masuk ke dalam desa sehingga
tidak langsung terlihat di jalan raya pontang. masjid ini memiliki luas tanah sekitar 5.000 meter persegi (100 x
50 meter).
C.
Sejarah Singkat Masjid Pangeran Aria Singaraja
Menurut cerita masyrakat setempat, masjid ini
didirikan oleh salah seorang keturunan sultan Banten yang bergelar Pangeran
Aria Singaraja. Beliau hidup pada periode terakhir pemerintahan Kesultanan Banten,
yaitu zaman pemerintahan Sultan Muhammad Rafiudin (1809-1813 M). Pangeran Aria
Singaraja ini masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Pangeran Suniyararas
di Tanara (Kecamatan Tirtayasa) yang juga mendirikan masjid di sana dengan
arsitekstur yang hampir mirip dengan Masjid Aria Singaraja. Konon kedua
pangeran ini bertugas untuk memimpin daerah-daerah di pesisir timur Banten. Sesuai
dengan gelar Pangeran Aria Singaraja, maka kampung tempat masjid ini didirikan
kemudian diberi nama kampung Singarajan yang berasal dari kata Singaraja-an. [1]
Data mengenai kapan masjid ini dibangun dan
sejarah hidup Pangeran Aria Singaraja yang membangunnya masih sulit didapat
sebab, masyarakat setempat hanya mengetahui sedikit saja informasinya mengenai
siapa Pangeran Aria Singaraja tersebut, selebihnya mereka tidak tahu-menahu
tentang sejarah pembangunanannya namun, jika dilihat dari periode tahun
pemerintahan Sultan Rafiudin yaitu pada tahun1809.
D.
Bentuk Fisik Bangunan Masjid
Adapun bentuk fisik dan unsur-unsur bangunan
Masjid Pangeran Aria Singaraja sudah banyak renovasi dilakukan. Menurut sumber
yang saya temui, Kang Habsyi beliau mengatakan masjid ini memang sudah terlihat
modern dengan adanya tambahan-tambahan bangunan yang didirikan sebagai
pelengkap atau unsur baru dari masjid ini, namun tidak mengubah bentuk asli
masjid yaitu bagian dalam masjid. Dengan tata ruang bagian dalam tidak berubah
sejak berdirinya sampai sekarang, kecuali pada penambahan-penambahan ataupun
perluasannya, yaitu jpada seambi kiri dan kanan. Penambahan terjadi pada tahun 1957,
demikian pergantian atap gentengnya. Bagian depan masjid diganti dengan genteng kodok. Pada
tahun itu pula dilakukan pengurugan atau penimbunan lantai ubin dan diganti
dengan yang baru. Pada tahun 1988 ada penambahan tempat wudhu dengan
menambahkan kran air, yaitu di samping kanan bagian belakang. Terdapat
unsur-unsur masjid lainnya yang penting untuk di bahas. Berikut penjelasan
unsur-unsur masjid lainnya:
a.
Mihrab Masjid
Mihrab Masjid ini mempunyai ukuran tinggi sekitar
dua meter, lebar satu meter dan ukuran dalam mihrab kira-kira dua meter. Ruang
dalam berbentuk melengkung setengah lingkaran dengan bagian luar atas mihrab
terdapat sedikit hiasan yang berbentuk sulur gelung. Mihrab masjid ini belum
mengalami perubahan bentuk hanya saja sudah bagian luar dindingnya sudah
dihiasi dengan keramik.
b.
Mimbar Masjid
Mimbar masjid terletak sebelum mihrab yaitu bagian
kanan belakang mihrab sof bagian ke-2. Bentuk fisik mimbar semula terbuat dari
bahan kayu kemudian diubah menjadi tembok permanen dan dikeramik dengan 5 anak
tangga. Mimbarnya terdapat atap yang terbuat dari kayu dan berwarna cat kuning
keemasan. Tinggi mimbar masjid dari lantai hingga atap menurut ukuran saya
yaitu 3,90 m, lebar 1 m, dan panjang 2,20 m. terdapat replika tombak yang
disandarkan pada tiang mimbar dengan panjang 1,5 m dan terbuat dari kayu.
c.
Atap Masjid
Atap masjid berbentuk undakan atau bentuk susun
makin ke atas makin mengecil. Semula masjid ini tersusun atapnya tiga susun
namun setelah dilakukan perbaikan dan perluasan masjid maka atap ditambah satu
atap lagi yaitu paling bawah sebagai undakan yang mengayomi serambi sehingga
berjumlah empat undakan. Di atas atap terdapat hiasan yang biasa disebut
mustaka. Mustaka terdiri dari tiga bagian pangkal, tangah dan puncak. Pada
bagian pangkal, tangah dan puncak terdapat hias pada mustaka dari bahan trakota
berbentuk potongan tempurung kelapa yang pada puncaknya terdapat bagian lotus
dan samping-sampingnya terdapat hiasan seperti kepala angsa.
d.
Tempat Wudhu atau
Kolam
Tempat wudhu di masjid ini pada mula jamaah
yang hendak mengambil air wudhu mereka mengambil air wudhu pada kolam yang
sudah ada sejak berdirinya masjid ini, yaitu letaknya tepat di depan masjid
dengan ukuran kolam 6 x 3 m kedalaman sekitar 3 m. air dalam kolam ini menurut
Kang Habsyi berasal dari dalam tanah yang airnya tidak habis-habis seperti
kolam yang ada di masjid Kasunyatan. Fungsi kolam ini selain untuk berwudhu juga
untuk mandi atau mensucikan diri serta banyak masyarakat sekitar yang percaya
bahwa air dalam kolam ini dapat menyembuhkan penyakit.
E.
Kegiatan Keagamaan di Masjid Pangeran Aria Singaraja
Menurut sumber yang saya wawancarai, masjid ini
sering mengadakan kegiatan keagamaan seperti pengajian malam Jum’at atau
yasinan, lalu pengajian pada hari Sabtu malam dan Senin malam berupa mengkaji ilmu
agama dari kitab-kitab yang diterangkan oleh Ustadz setempat. Selain itu,
masjid ini sering kedatangan tamu atau jamaah yang ingin berdakwah maupun sekedar
mencari ketenangan di masjid. Mereka semua berasal dari serang sendiri dan dari
luar daerah seperti Lampung dan Jakarta.[2]
F.
Penutup
a.
kesimpulan
Masjid Pangeran Aria Singaraja bisa dikatakan
dibangun pada tahun sekitar tahun 1809 M karena pelopor pembangunannya sendiri
yaitu Pangeran Aria Singaraja hidup pada masa Kesultanan Banten terakhir yaitu
masa pemerintahan Sultan Rafiuddin (1809-1813 M) karena Pangeran Aria Singaraja
merupakan salah satu keturunan dari Kesultanan Banten maka masjid ini disebut
sebagai masjid yang bersejarah. Walaupun masjid ini mempunyai nilai sejarah
namun sangat sulit untuk menggali data tentang sejarahnya karena, penduduk
setempatpun masih belum mengatahui banyak tentang informasi sejarahnya secara
keseluruhannya. Secara umum arsitektur masjid ini tidak jauh beda dengan masjid-masjid
kuno yang ada di Banten oleh karena itu, masjid ini digolongkan sebagai masjid
kuno peninggalan peradaban Islam di Banten.
b.
Saran
Saran saya
terhadap terhadap masjid ini hanya mengenai kebersihan dan ke aslian bentuk
bangunannya agar tetap terjaga, karena masih banyak orang-orang yang ingin
mengetahui nilai-nilai sejarah yang terkandung dalam masjid ini. Oleh karena
itu, sudah sepatutnya kita masyarakat Banten selalu senantiasa menjaga
benda-benda bersejarah karena, dengan menjaga dan merawatnya kita dapat
mewariskan ilmu pengetahuan yang terkandung dari hal tersebut.
G.
Lampiran-lampiran
![](file:///C:/DOCUME%7E1/hamly/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/hamly/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.jpg)
Mihrab Mimbar
![](file:///C:/DOCUME%7E1/hamly/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image006.jpg)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/hamly/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image008.jpg)
Atap
Majid beserta Mustakanya Kolam
![](file:///C:/DOCUME%7E1/hamly/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image010.jpg)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/hamly/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image012.jpg)
Halaman Masjid bagian kiri Halaman Masjid bagian kanan
![](file:///C:/DOCUME%7E1/hamly/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image014.jpg)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/hamly/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image016.jpg)
Halaman depan Masjid Kolam
bagian dalam
![](file:///C:/DOCUME%7E1/hamly/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image018.jpg)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/hamly/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image020.jpg)
Gambar Mustaka masjid tempat wudhu
![](file:///C:/DOCUME%7E1/hamly/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image022.jpg)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/hamly/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image024.gif)
Tempat wudhu dilihat dari luar foto masjid dilihat dari belakang
Daftar Pustaka
Dokumentasi Benda Cagar Budaya dan Kepurbakalaan Provinsi
Banten Revisi II, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten 2008.
M. Habsyi (informan, 27 tahun) , Pengurus Masjid.