Sabtu, 18 Februari 2012

masjid pangeran aria singaraja


A.    Pendahuluan

Banten merupakan daerah yang terletak di ujung barat pulau jawa. Provinsi ini dulunya merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, namun dipisahkan sejak tahun 2000, dengan pusat pemerintahannya berada di Kota Serang. Banten pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan kota pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan masyarakat yang terbuka dan makmur. Banten pada abad ke 5 merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara. Salah satu prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagara adalah Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Lebak, yang ditemukan di kampung lebak di tepi Ci Danghiyang, Kecamatan Munjul, Pandeglang, Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja Purnawarman. Setelah runtuhnya kerajaan Tarumanagara (menurut beberapa sejarawan ini akibat serangan kerajaan Sriwijaya), kekuasaan di bagian barat Pulau Jawa dari Ujung Kulon sampai Ci Serayu dan Kali Brebes dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda. Seperti dinyatakan oleh Tome Pires, penjelajah Portugis pada tahun 1513, Banten menjadi salah satu pelabuhan penting dari Kerajaan Sunda. Menurut sumber Portugis tersebut, Banten adalah salah satu pelabuhan kerajaan itu selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Kalapa, dan Cimanuk.
Diawali dengan penguasaan Kota Pelabuhan Banten, yang dilanjutkan dengan merebut Banten Girang dari Pucuk Umun pada tahun 1527, Maulana Hasanuddin, mendirikan Kesultanan Banten di wilayah bekas Banten Girang. Dan pada tahun 1579, Maulana Yusuf, penerus Maulana Hasanuddin, menghancurkan Pakuan Pajajaran, ibukota atau pakuan (berasal dar kata pakuwuan) Kerajaan Sunda. Dengan demikian pemerintahan di Jawa Barat dilanjutkan oleh Kesultanan Banten.
Setelah Kesultanan Banten mengalami kemunduran dan kehancuran, banyak peninggalan-peninggalan bersejarah yang ada di Banten berupa benda-benda peninggalan Kesultanan Banten itu sendiri atau pun peninggalan Belanda pada saat menjajah Banten. Namun dalam laporan Penelitian ini saya lebih memfokuskan meneliti bangunan berupa peninggalan Islam Banten seperti Masjid. Masjid adalah berasal dari bahasa Arab yang berarti tempat sujud. Masjid adalah tempat ibadah yang khusus, seperti shalat dan i'tikaf, untuk orang Islam. Bangunan ini juga merupakan pusat kebudayaan, muamalat, dan perkembangan dakwah Islamiah, serta pusat aktivitas umat Islam. Masjid tidak memiliki rupa bentuk yang tetap, tetapi tergantung pada budaya masyarakat Islam setempat. Dari sudut bahasa, "masjid" berarti tempat bersujud. Sejak Rasulullah saw, kemajuan umat dan gerakan Islam semuanya dimulai dari masjid. Masjid telah dijadikan sebagai tempat untuk berkumpul, berdiskusi dan merencanakan strategi yang tidak terbatas pada bidang dakwah malah perdagangan, hukum, dan penyebaran ilmu, serta berbagai lagi.
Banten memiliki peniggalan berupa Masjid-Masjid kuno yang memiliki nilai sejarah dalam pembangunannya, oleh karena itu sayang sekali jika bangunan ini tidak di gali nilai-nilai sejarahnya. Masjid-masjid kuno yang ada di Banten hampir semuanya dibangun pada abad ke-16 sampai abad ke-19. Dikatakan kuno dan memiliki nilai sejarah karena masjid yang ada di Banten hampir semuanya dibangun oleh orang-orang dari Kesultanan Banten. Dengan mempelajari dan menggali nilai-nilai sejarah yang terkandung dalam masjid kuno yang ada di Banten maka hal tersebut menjadi sebuah informasi sejarah Banten yang tak ternilai harganya. Dengan demikian menjaga dan merawat situs-situs bersejarah adalah hal yang sangat wajib kita jalankan.






B.     Lokasi Masjid Pangeran Aria Singaraja
Masjid Pangeran Aria Singaraja atau sekarang lebih dikenal dengan Masjid Singarajan, berlokasi di Jl. Raya Pontang Kp. Singarajan Rt. 02 Ds. Singarajan Kec. Pontang, Kabupaten Serang dengan jarak tempuh dari pusat Ibu Kota Provinsi Banten sekitar 26 Km. Sebelum desa ini ramai seperti sekarang, masjid ini terletak persis di mulut desa namun setelah desa ini ramai penduduk letak masjid pun sedikit masuk ke dalam desa sehingga tidak langsung terlihat di jalan raya pontang. masjid ini memiliki  luas tanah sekitar 5.000 meter persegi (100 x 50 meter).

C.    Sejarah Singkat Masjid Pangeran Aria Singaraja
Menurut cerita masyrakat setempat, masjid ini didirikan oleh salah seorang keturunan sultan Banten yang bergelar Pangeran Aria Singaraja. Beliau hidup pada periode terakhir pemerintahan Kesultanan Banten, yaitu zaman pemerintahan Sultan Muhammad Rafiudin (1809-1813 M). Pangeran Aria Singaraja ini masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Pangeran Suniyararas di Tanara (Kecamatan Tirtayasa) yang juga mendirikan masjid di sana dengan arsitekstur yang hampir mirip dengan Masjid Aria Singaraja. Konon kedua pangeran ini bertugas untuk memimpin daerah-daerah di pesisir timur Banten. Sesuai dengan gelar Pangeran Aria Singaraja, maka kampung tempat masjid ini didirikan kemudian diberi nama kampung Singarajan yang berasal dari kata Singaraja-an. [1]
Data mengenai kapan masjid ini dibangun dan sejarah hidup Pangeran Aria Singaraja yang membangunnya masih sulit didapat sebab, masyarakat setempat hanya mengetahui sedikit saja informasinya mengenai siapa Pangeran Aria Singaraja tersebut, selebihnya mereka tidak tahu-menahu tentang sejarah pembangunanannya namun, jika dilihat dari periode tahun pemerintahan Sultan Rafiudin yaitu pada tahun1809.

D.    Bentuk Fisik Bangunan Masjid
Adapun bentuk fisik dan unsur-unsur bangunan Masjid Pangeran Aria Singaraja sudah banyak renovasi dilakukan. Menurut sumber yang saya temui, Kang Habsyi beliau mengatakan masjid ini memang sudah terlihat modern dengan adanya tambahan-tambahan bangunan yang didirikan sebagai pelengkap atau unsur baru dari masjid ini, namun tidak mengubah bentuk asli masjid yaitu bagian dalam masjid. Dengan tata ruang bagian dalam tidak berubah sejak berdirinya sampai sekarang, kecuali pada penambahan-penambahan ataupun perluasannya, yaitu jpada seambi kiri dan kanan. Penambahan terjadi pada tahun 1957, demikian pergantian atap gentengnya. Bagian depan  masjid diganti dengan genteng kodok. Pada tahun itu pula dilakukan pengurugan atau penimbunan lantai ubin dan diganti dengan yang baru. Pada tahun 1988 ada penambahan tempat wudhu dengan menambahkan kran air, yaitu di samping kanan bagian belakang. Terdapat unsur-unsur masjid lainnya yang penting untuk di bahas. Berikut penjelasan unsur-unsur masjid lainnya:
a.       Mihrab Masjid
Mihrab Masjid ini mempunyai ukuran tinggi sekitar dua meter, lebar satu meter dan ukuran dalam mihrab kira-kira dua meter. Ruang dalam berbentuk melengkung setengah lingkaran dengan bagian luar atas mihrab terdapat sedikit hiasan yang berbentuk sulur gelung. Mihrab masjid ini belum mengalami perubahan bentuk hanya saja sudah bagian luar dindingnya sudah dihiasi dengan keramik.
b.      Mimbar Masjid
Mimbar masjid terletak sebelum mihrab yaitu bagian kanan belakang mihrab sof bagian ke-2. Bentuk fisik mimbar semula terbuat dari bahan kayu kemudian diubah menjadi tembok permanen dan dikeramik dengan 5 anak tangga. Mimbarnya terdapat atap yang terbuat dari kayu dan berwarna cat kuning keemasan. Tinggi mimbar masjid dari lantai hingga atap menurut ukuran saya yaitu 3,90 m, lebar 1 m, dan panjang 2,20 m. terdapat replika tombak yang disandarkan pada tiang mimbar dengan panjang 1,5 m dan terbuat dari kayu.
c.       Atap Masjid
Atap masjid berbentuk undakan atau bentuk susun makin ke atas makin mengecil. Semula masjid ini tersusun atapnya tiga susun namun setelah dilakukan perbaikan dan perluasan masjid maka atap ditambah satu atap lagi yaitu paling bawah sebagai undakan yang mengayomi serambi sehingga berjumlah empat undakan. Di atas atap terdapat hiasan yang biasa disebut mustaka. Mustaka terdiri dari tiga bagian pangkal, tangah dan puncak. Pada bagian pangkal, tangah dan puncak terdapat hias pada mustaka dari bahan trakota berbentuk potongan tempurung kelapa yang pada puncaknya terdapat bagian lotus dan samping-sampingnya terdapat hiasan seperti kepala angsa.
d.      Tempat Wudhu atau Kolam
Tempat wudhu di masjid ini pada mula jamaah yang hendak mengambil air wudhu mereka mengambil air wudhu pada kolam yang sudah ada sejak berdirinya masjid ini, yaitu letaknya tepat di depan masjid dengan ukuran kolam 6 x 3 m kedalaman sekitar 3 m. air dalam kolam ini menurut Kang Habsyi berasal dari dalam tanah yang airnya tidak habis-habis seperti kolam yang ada di masjid Kasunyatan. Fungsi kolam ini selain untuk berwudhu juga untuk mandi atau mensucikan diri serta banyak masyarakat sekitar yang percaya bahwa air dalam kolam ini dapat menyembuhkan penyakit.
E.     Kegiatan Keagamaan di Masjid Pangeran Aria Singaraja
Menurut sumber yang saya wawancarai, masjid ini sering mengadakan kegiatan keagamaan seperti pengajian malam Jum’at atau yasinan, lalu pengajian pada hari Sabtu malam dan Senin malam berupa mengkaji ilmu agama dari kitab-kitab yang diterangkan oleh Ustadz setempat. Selain itu, masjid ini sering kedatangan tamu atau jamaah yang ingin berdakwah maupun sekedar mencari ketenangan di masjid. Mereka semua berasal dari serang sendiri dan dari luar daerah seperti Lampung dan Jakarta.[2]
F.     Penutup
a.      kesimpulan
Masjid Pangeran Aria Singaraja bisa dikatakan dibangun pada tahun sekitar tahun 1809 M karena pelopor pembangunannya sendiri yaitu Pangeran Aria Singaraja hidup pada masa Kesultanan Banten terakhir yaitu masa pemerintahan Sultan Rafiuddin (1809-1813 M) karena Pangeran Aria Singaraja merupakan salah satu keturunan dari Kesultanan Banten maka masjid ini disebut sebagai masjid yang bersejarah. Walaupun masjid ini mempunyai nilai sejarah namun sangat sulit untuk menggali data tentang sejarahnya karena, penduduk setempatpun masih belum mengatahui banyak tentang informasi sejarahnya secara keseluruhannya. Secara umum arsitektur masjid ini tidak jauh beda dengan masjid-masjid kuno yang ada di Banten oleh karena itu, masjid ini digolongkan sebagai masjid kuno peninggalan peradaban Islam di Banten.

b.      Saran
            Saran saya terhadap terhadap masjid ini hanya mengenai kebersihan dan ke aslian bentuk bangunannya agar tetap terjaga, karena masih banyak orang-orang yang ingin mengetahui nilai-nilai sejarah yang terkandung dalam masjid ini. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita masyarakat Banten selalu senantiasa menjaga benda-benda bersejarah karena, dengan menjaga dan merawatnya kita dapat mewariskan ilmu pengetahuan yang terkandung dari hal tersebut.









G.    Lampiran-lampiran
                                  
                    Mihrab                                                                      Mimbar
                                  
Atap Majid beserta Mustakanya                                                   Kolam






                                

Halaman Masjid bagian kiri                                           Halaman Masjid bagian kanan

                                

Halaman depan Masjid                                                   Kolam bagian dalam











      

Gambar Mustaka masjid                                                       tempat wudhu

      

Tempat wudhu dilihat dari luar                      foto masjid dilihat dari belakang








Daftar Pustaka

Dokumentasi Benda Cagar Budaya dan Kepurbakalaan Provinsi Banten Revisi II, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten 2008.

M. Habsyi (informan, 27 tahun) , Pengurus Masjid.


[1] Dokumentasi Benda Cagar Budaya dan Kepurbakalaan Provinsi Banten Revisi II, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten 2008 hal.133.
[2] M.Habsyi (Informan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar