A. Lokasi Masjid Kasunyatan
Masjid Kasunyatan berlokasi
di Kampung Kasunyatan RT/RW 09/03, Desa Kasunyatan, Kecamatan Kasemen, Kota
serang. [1]
Masjid ini terletak 2 km sebelah selatan Masjid Agung Banten. Masjid Ksunyatan
ini adalah komplek bangunan dengan luas 2000 m2 yang di dalamnya terdapat:
Masjid, makam, madrasah, bangunan MCK, menara, tempat wudhu ( berupa kolam ),
dan gapura.[2] Untuk bisa sampai ke
lokasi Masjid Kasunyatan bisa ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor,
apabila menggunakan kendaraan umum dari arah Jakarta, turun di terminal
Pakupatan kemudian naik angkutan perkotaan (angkot) arah Royal, turun di Royal
kemudian naik angkot jurusan Karangantu, turun di Desa Kasunyatan tepatnya di depan
gapura komplek pemakaman Panembahan Sultan Maulana Yusuf. Dari tempat itu
(Panembahan Sultan Maulana Yusuf) berjalan ke sebuah gang sebelah kiri jalan raya
Pelabuhan Karangantu sekitar 500 m, barulah sampai ke lokasi Masjid Kasunyatan.
B. Sejarah Masjid Kasunyatan
Tidak dapat dipastikan kapan nama Kasunyatan dipakai, tetapi
setidaknya nama tersebut telah dikenal
pada masa antara pemerintahan Maulana Yusuf dan putranya Maulana Muhammad,
yaitu sekitar tahun 1570 sampai dengan tahun 1596. Dalam sejarah Banten nama
Kasunyatan disebut sebagai nama seorang pangeran, yaitu pangeran Kasunyatan gelar
dari Kyai Dukuh, guru Maulana Muhammad.[3]
Adapun Masjid Kasunyatan menurut para Arkeolog dibangun pada masa pemerintahan
Maulana Yusuf sekitar tahun 1552-1570 M. Namun menurut salah seorang pengurus
panembahan Sultan Maulana Yusuf (Ridwan, 40 tahun) nama Kasunyatan memiliki
beberapa arti yaitu, kasunyian (tempat menyepinya Sultan), kasunatan (tempat
orang islam yang disunat), kanyataan (tempat yang nyata bagi Sultan-sultan).
Ada perbedaan pendapat mengenai kapan di bangunnya Masjid Kasunyatan.
Menurut bapak Ridwan – salah seorang pengurus dari Panembahan Sultan Maulana
Yusuf – bahwa Masjid Kasunyatan adalah Masjid partama di Banten dan Masjid
kedua adalah Masjid Kenari. Adapun pendapat lain, yaitu pendapatnya Djajadiningrat
yang saya kutip dari buku Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten
menjelaskan bahwa nama Kasunyatan dikenal
pada masa pemerintahan Maulana Yusuf dan putranya Maulana Muhammad, yaitu
sekitar tahun 1570-1596 – tahun dimana Maulana Muhammad menjadi kepala
pemerintahan di Banten. Namun dalam hal ini penulis tidak menanyakan kepada
informan, apakah yang di maksud dengan
Masjid pertama itu setelah adanya Masjid Agung Banten atau sebelum adanaya
Masjid Agung Banten. Kalau misalkan yang dikatakan informan sebelum adanya Masjid Agung Banten, maka penulis
tidak sepakat dengan apa yang diungkapkan oleh informan. Setidaknya ada dua
alasan, kenapa penulis tidak sepakat dengan apa yang diungkapkan informan. Pertama, Masjid Agung Banten dibangun
pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin[4],
sedangkan Masjid Kasunyatan dibangun pada masa pemerintahan Maulana Yusuf. Kedua, disebut Masjid Kasunyatan karena
berada di desa Kasunyatan, sedangkan nama Kasunyatan dikenal pada masa pemerintahan
Maulana Muhammad – putra dari Maulana Yusuf – yang memberikan gelar Kasunyatan
kepada Kiyai Dukuh, karena rasa hormat dan ta’dzimnya kepada sang guru.[5]
C. Deskripsi Masjid
Masjid kasunyatan
dibangun diatas tanah wakaf [6]
dengan luas bangunan 2544 m2 dan memiliki kapasitas sekitar 2500 orang. Masjid
ini memiliki 4 buah pintu pada ruang utama Masjid, 2 terdapat di sebelah kanan
Masjid dan 2 lagi terdapat di sebelah Kiri Masjid. Menurut salah seorang
informan yang saya wawancarai - minggu, 12 Februari 2012 - menjelaskan bahwa
pada ruangan utama Masjid dahulu - sebelum direnovasi pada tahun 1932 oleh
salah seorang bupati serang - memiliki 5 buah pintu masuk yang terdapat di bagian timur Masjid, namun
sekarang pintu yang ada di bagian timur sudah ditutup, karena ada ruangan yang
di dalamnya terdapat kuburan seorang putri Sultan – tidak diketahui namanya –
yang bernama Nyai Ratu Aisah. Adapun pintu ruang utama Masjid Kasunyatan
bentuknya sama seperti Masjid-masjid kuno yang ada di daerah lain seperti,
Masjid Agung Banten, Masjid Kenari, Masjid Kaujon, dan Masjid Arya Singaraja,
yaitu bentuk bagian atasnya berbentuk setengah lingkaran yang ukurannya tidak
terlalu tinggi dan lebar. Hal ini memberikan pelajaran bagi seseorang agar bersikap
tawadu dan agar tidak bersikap sombong, apalagi ketika memasuki Masjid.
Selain tardapat 4 pintu diruang utama Masjid yang masih asli bentuknya,
di Masjid ini juga terdapat 4 jendela yang hanya terdapat di bagian depan
Masjid, 2 jendela terdapat di bagian depan kanan dan 2 lagi terdapat di bagian
depan kiri. Menurut informan, bentuk jendela yang terbuat dari kayu tersebut
masih asli baik bentuknya maupun bahannya. Di bagian dalam Masjid terdapat 4
tiang penyangga yang letaknya berada di tengah dan antar tiang memiliki jarak
3,46 m (ke depan) dan 3,50 m (ke samping). Dari hasil pengamatan saya di
lapangan, hampir seluruh konstruksi bangunan dan unsur-unsur Masjid mulai dari
pintu, jendela, tiang penyangga (soko guru), kuada-kuda[7],
tangga menara, dan mimbar terbuat dari kayu.
Pada awalnya bangunan Masjid Kasunyatan hanya mempunyai satu ruangan
utama dan hanya memiliki serambi yang tidak ada dindingnya. Namun karena pada
sekarang ini masyarakat sekitar sudah mulai banyak, maka bangunan Masjid
Kasunyatan sudah ada bangunan tambahan, seperti serambi yang sudah ada
dindingnya yang ada di sebelah kanan dan kiri Masjid. Terdapat 2 pintu masuk, 6
jendela pada bagian serambi (teras) sebelah kanan dan 2 pintu masuk, 10 jendela
pada bagian serambi sebelah kiri.
Di dalam komplek Masjid terdapat beberapa bangunan, seperti bangunan MCK,
tempat wudhu yang dibangun masa kemudian, Madrasah Diniyah Awaliyah, bangunan
cungkup makam Nyai Ratu Aisyah yang letaknya di sebelah timur Masjid, dan
bangunan cungkup makam Syekh Syukur Sepuh – merupakan seorang Ulama yang
bertugas sebagai dewan penasihat Sultan – yang letaknya sebelah timur Masjid agak
ke utara. Menurut informan Syekh Syukur Sepuh adalah seorang Ulama yang berasal
dari Mekkah, beliau mengatakan bahwa gelar Syekh berasal dari Arab (dalam hal
ini Mekkah).
Ketika berada di lokasi Masjid, saya dengan dibantu saudara Eka dan Hamli
melakukan pengukuran terhadap beberapa bagian Masjid, diantaranya: ruangan
utama, pintu ruang utama, jendela ruang utama, serambi (teras) sebelah kanan
dan kiri, dan ketebalan tembok. Adapun hasilnya adalah: ruang utama Masjid (luasnya
11,20 m2), teras sebelah kiri (panjang : 11,41 m dan lebar : 7,64 m), teras
sebelah kanan ( panjang : 12,20 m dan lebar 6,98 m), pintu ruang utama (tinggi
: 1,94 m dan lebar 1 m), jendela ruang utama (tinggi : 1,72 m dan lebar : 1,53 m), dan
ketebalan tembok adalah 55 cm.
D. Unsur-unsur Masjid
1. Mihrab
Bentuk mihrab Masjid Kasunyatan – masih asli sampai sekarang - sama
dengan Masjid-masjid kuno di Banten, yaitu pada bagian atasnya berbentuk
setengah lingkaran dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Adapun ukurannya
adalah: panjang 1,63 m, lebar 92 cm dan tinggi 1,79 m. terdapat hiasan yang ada
pada dinding bagian atas mihrab, akan tetapi tidak ada penjelasan maksud dari hiasan tersebut.
2. Mimbar
Mimbar terbuat dari kayu yang letaknya sekitar 1 m ke belakang dari awal
shop (barisan). Bentuk mimbar sama dengan Masjid-masjid kuno yang ada di
Banten, yaitu memiliki 3-5 anak tangga dan pada bagian atasnya terdapat atap dari
kayu yang menaungi khotib ketika khutbah. Terdapat sebuah pedang yang berasal
dari Mekkah dan bentuknya bercabang dua yang artinya 2 kalimat syahadat.[8]
Adapun ukuran mimbar adalah: panjang 2,57 m dan lebar 93 cm. Bentuk dan bahan
yang di gunakan sebagai mimbar sampai sekarang masih asli, akan tetapi anak
tangga yang ada pada mimbar sudah tidak asli lagi.
3. Menara
Menara Masjid Kasunyatan terdapat di sebelah barat daya Masjid dengan
tinggi yang 11 m. beberapa ahli menyebut menara tersebut mirip dengan menara
Masjid Pacinan Tinggi yang tahun berdirinya diperkirakan tidak begitu jauh.
Menurut Pijper menara ini bergaya arsitektur Portugis. Pada badan menara-sisi
selatan, barat dan utara-terdapat tiga buah lubang yang menyerupai jendela,
tetapi tidak berdaun jendela. Pada bagian atasnya diberi lubang angin dengan
hiasan geometri. Atap menara terbuat dari konstuksi kayu yang dibentuk seperti
payung terbuka yang ditutup dengan genting. Di bagian paling atas, tepat di
tengahnya terdapat memolo atau mustaka.[9]
Mustaka menara Masjid Kasunyatan terbagi atas tiga bagian, yaitu bagian
pangkal, bagian tengah dan bagian punjak. Pada bagian pangkal dan tengah
terdapat kelopak bunga dan pada puncak terdapat seperti kumuda.[10]
Dahulu menara tersebut difungsikan sebagai tempat untuk mengumandangkan
adzan, seperti layaknya fungsi menara Masjid Agung Banten. Sekarang menara
tidak lagi difungsikan sebagai tempat untuk mengumandangkan adzan, kecuali
ketika akan melaksanakan sholat Jum’at, menara difungsikan seperti fungsinya
dahulu, yaitu sebagai tempat mengumandangkan adzan.[11]
4. Kubah
Masjid Kasunyatan tidak memiliki kubah seperti layaknya Masjid-masjid
yang ada pada masa sekarng khususnya di Banten. Pada bagian atap Masjid
berbentuk tumpang yang memiliki tiga tingkatan dan ukurangnya makin ke atas
makin mengecil. Di bagian paling puncak terdapat memolo atau mustaka yang memiliki
bentuk hampir sama dengan bentuk memolo yang ada di puncak menara.
5. Gapura
Terdapat tiga buah gapura di komplek Masjid Kasunyatan, satu diantaranya
merupakan gapura yang msih asli bentuknya. Dan dua gapura lagi merupakan gapura
yang dibangun masa kemudian, namun bentuknya sama persis dengan gapura yang masih
asli. Gapura yang msih asli terletak di sebelah timur Masjid agak ke kanan,
gapura ini berdekatan dengan bangunan cungkup makam Syekh Syukur Sepuh. Di
bagian atas gapura terdapat hiasan yang konon menurut bapak Ridwan merupakan
ciri khas Kesultanan Banten.
6. Kolam
Kolam yang ada di Masjid
kasunyatan merupakan kolam yang masih asli dan difungsikan masih seperti fungsi
dulu, yaitu sebagai tempat untuk berwudhu. Kolam ini terletak di sebelah barat
daya Masjid, tepatnya berada di depan menara. Kolam tersebut mempunya empat pintu[12] yang ada di
setiap sisi kolam (barat, timur, selatan dan utara) disetiap pintu memiliki
sepuluh anak tangga. Menurut bapak Ridwan kolam tersebut memiliki kedalaman
sekitar 7-8 meter, ini diukur dari bagian atas kolam sampai ke dasar kolam.
Dahulu kolam tersebut tidak memiliki atap seperti yang sekarang.
Air yang ada di kolam
Masjid Kasunyatan berasal dari sumber atau mata air. Air yang ada di kolam
menurut keterangan bapak Ridwan tidak pernah kering, kecuali apabila kolam
tersebut akan di bersihkan, barulah air yang di kolam akan dikeringkan.
Kemudian ada yang berbeda ketika saya berada di lokasi kolam, yaitu tidak
adanya anak-anak yang mandi. Hal ini berbeda dengan ketika saya mengunjungi
tempat tersebut empat bulan yang lalu. Tidak adanya anak-anak yang mandi di
kolam, karena sekarang ada larangan mandi di kolam tersebut.
E. Lampiran Fhoto
Mimbar tampak dari depan Mihrab tampak dari kiri Kolam yang masih asli
Gapura dengan bentuk yang masih asli Atap Masjid dengan tiga umpak
Menara dengan memolo di puncaknya Pintu masuk menara
[1]
Hasil survai di lapangan (minggu 12 Februari 2012)
[2]
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten, 2007. Dokumentasi Benda Cagar Budaya dan Kepurbakalaan Provinsi Banten.
Hlm 117.
[3]
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten, 2007:117, mengutip dari
bukunya Djajadiningrat 1983:39.
[4]
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten, 2007. Dokumentasi Benda Cagar
Budaya dan Kepurbakalaan Provinsi Banten. Hlm, 94.
[5]
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang. Ragam Pusaka Budaya Banten. Hlm.
112.
[6]
Tanah yang di berikan kepada seseorang atau masyarakat untuk dimanfaatkan.
[7]
Sebutan yang lazim digunakan oleh tukang bangunan yang ada di kampng, adapun
fungsi kuda-kuda ini sebagau panyangga atau panguat atap.
[8]Hasil
wawancara dengan bapak Ridwan,
pengurus Pemakaman Panembahan Sultan Maulana Yusuf.
[9]
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten, 2007. Dokumentasi Benda Cagar Budaya dan Kepurbakalaan Provinsi Banten.
Hlm. 121.
[10]Majelis
Ulama Indonesia Propinsi Banten, 2010. Panduan
Iluminasi dan Kaligrafi al-Qur’an Mushaf al-Bantani. Hlm awal.
[11]
Hasil wawancara dengan bapak Ridwan,
pengurus Pemakaman Panembahan Sultan Maulana Yusuf..
[12]
Pintu disini bukan pintu yang memiliki daun pintu, melainkan hanya sebagai
jalan untuk sampai ke kolam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar