Rabu, 28 Maret 2012

Masjid Kasunyatan


A.  Lokasi Masjid Kasunyatan
Masjid Kasunyatan berlokasi di Kampung Kasunyatan RT/RW 09/03, Desa Kasunyatan, Kecamatan Kasemen, Kota serang. [1] Masjid ini terletak 2 km sebelah selatan Masjid Agung Banten. Masjid Ksunyatan ini adalah komplek bangunan dengan luas 2000 m2 yang di dalamnya terdapat: Masjid, makam, madrasah, bangunan MCK, menara, tempat wudhu ( berupa kolam ), dan gapura.[2] Untuk bisa sampai ke lokasi Masjid Kasunyatan bisa ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor, apabila menggunakan kendaraan umum dari arah Jakarta, turun di terminal Pakupatan kemudian naik angkutan perkotaan (angkot) arah Royal, turun di Royal kemudian naik angkot jurusan Karangantu, turun di Desa Kasunyatan tepatnya di depan gapura komplek pemakaman Panembahan Sultan Maulana Yusuf. Dari tempat itu (Panembahan Sultan Maulana Yusuf) berjalan ke sebuah gang sebelah kiri jalan raya Pelabuhan Karangantu sekitar 500 m, barulah sampai ke lokasi Masjid Kasunyatan.
B.  Sejarah Masjid Kasunyatan
Tidak dapat dipastikan kapan nama Kasunyatan dipakai, tetapi setidaknya  nama tersebut telah dikenal pada masa antara pemerintahan Maulana Yusuf dan putranya Maulana Muhammad, yaitu sekitar tahun 1570 sampai dengan tahun 1596. Dalam sejarah Banten nama Kasunyatan disebut sebagai nama seorang pangeran, yaitu pangeran Kasunyatan gelar dari Kyai Dukuh, guru Maulana Muhammad.[3] Adapun Masjid Kasunyatan menurut para Arkeolog dibangun pada masa pemerintahan Maulana Yusuf sekitar tahun 1552-1570 M. Namun menurut salah seorang pengurus panembahan Sultan Maulana Yusuf (Ridwan, 40 tahun) nama Kasunyatan memiliki beberapa arti yaitu, kasunyian (tempat menyepinya Sultan), kasunatan (tempat orang islam yang disunat), kanyataan (tempat yang nyata bagi Sultan-sultan).
Ada perbedaan pendapat mengenai kapan di bangunnya Masjid Kasunyatan. Menurut bapak Ridwan – salah seorang pengurus dari Panembahan Sultan Maulana Yusuf – bahwa Masjid Kasunyatan adalah Masjid partama di Banten dan Masjid kedua adalah Masjid Kenari. Adapun pendapat lain, yaitu pendapatnya Djajadiningrat yang saya kutip dari buku Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten menjelaskan bahwa nama  Kasunyatan dikenal pada masa pemerintahan Maulana Yusuf dan putranya Maulana Muhammad, yaitu sekitar tahun 1570-1596 – tahun dimana Maulana Muhammad menjadi kepala pemerintahan di Banten. Namun dalam hal ini penulis tidak menanyakan kepada informan, apakah yang di maksud  dengan Masjid pertama itu setelah adanya Masjid Agung Banten atau sebelum adanaya Masjid Agung Banten. Kalau misalkan yang dikatakan informan sebelum  adanya Masjid Agung Banten, maka penulis tidak sepakat dengan apa yang diungkapkan oleh informan. Setidaknya ada dua alasan, kenapa penulis tidak sepakat dengan apa yang diungkapkan informan. Pertama, Masjid Agung Banten dibangun pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin[4], sedangkan Masjid Kasunyatan dibangun pada masa pemerintahan Maulana Yusuf. Kedua, disebut Masjid Kasunyatan karena berada di desa Kasunyatan, sedangkan nama Kasunyatan dikenal pada masa pemerintahan Maulana Muhammad – putra dari Maulana Yusuf – yang memberikan gelar Kasunyatan kepada Kiyai Dukuh, karena rasa hormat dan ta’dzimnya kepada sang guru.[5]



C.  Deskripsi Masjid
Masjid kasunyatan dibangun diatas tanah wakaf [6] dengan luas bangunan 2544 m2 dan memiliki kapasitas sekitar 2500 orang. Masjid ini memiliki 4 buah pintu pada ruang utama Masjid, 2 terdapat di sebelah kanan Masjid dan 2 lagi terdapat di sebelah Kiri Masjid. Menurut salah seorang informan yang saya wawancarai - minggu, 12 Februari 2012 - menjelaskan bahwa pada ruangan utama Masjid dahulu - sebelum direnovasi pada tahun 1932 oleh salah seorang bupati serang - memiliki 5 buah pintu masuk  yang terdapat di bagian timur Masjid, namun sekarang pintu yang ada di bagian timur sudah ditutup, karena ada ruangan yang di dalamnya terdapat kuburan seorang putri Sultan – tidak diketahui namanya – yang bernama Nyai Ratu Aisah. Adapun pintu ruang utama Masjid Kasunyatan bentuknya sama seperti Masjid-masjid kuno yang ada di daerah lain seperti, Masjid Agung Banten, Masjid Kenari, Masjid Kaujon, dan Masjid Arya Singaraja, yaitu bentuk bagian atasnya berbentuk setengah lingkaran yang ukurannya tidak terlalu tinggi dan lebar. Hal ini memberikan pelajaran bagi seseorang agar bersikap tawadu dan agar tidak bersikap sombong, apalagi ketika memasuki Masjid.
Selain tardapat 4 pintu diruang utama Masjid yang masih asli bentuknya, di Masjid ini juga terdapat 4 jendela yang hanya terdapat di bagian depan Masjid, 2 jendela terdapat di bagian depan kanan dan 2 lagi terdapat di bagian depan kiri. Menurut informan, bentuk jendela yang terbuat dari kayu tersebut masih asli baik bentuknya maupun bahannya. Di bagian dalam Masjid terdapat 4 tiang penyangga yang letaknya berada di tengah dan antar tiang memiliki jarak 3,46 m (ke depan) dan 3,50 m (ke samping). Dari hasil pengamatan saya di lapangan, hampir seluruh konstruksi bangunan dan unsur-unsur Masjid mulai dari pintu, jendela, tiang penyangga (soko guru), kuada-kuda[7], tangga menara, dan mimbar terbuat dari kayu.
Pada awalnya bangunan Masjid Kasunyatan hanya mempunyai satu ruangan utama dan hanya memiliki serambi yang tidak ada dindingnya. Namun karena pada sekarang ini masyarakat sekitar sudah mulai banyak, maka bangunan Masjid Kasunyatan sudah ada bangunan tambahan, seperti serambi yang sudah ada dindingnya yang ada di sebelah kanan dan kiri Masjid. Terdapat 2 pintu masuk, 6 jendela pada bagian serambi (teras) sebelah kanan dan 2 pintu masuk, 10 jendela pada bagian serambi sebelah kiri.
Di dalam komplek Masjid terdapat beberapa bangunan, seperti bangunan MCK, tempat wudhu yang dibangun masa kemudian, Madrasah Diniyah Awaliyah, bangunan cungkup makam Nyai Ratu Aisyah yang letaknya di sebelah timur Masjid, dan bangunan cungkup makam Syekh Syukur Sepuh – merupakan seorang Ulama yang bertugas sebagai dewan penasihat Sultan – yang letaknya sebelah timur Masjid agak ke utara. Menurut informan Syekh Syukur Sepuh adalah seorang Ulama yang berasal dari Mekkah, beliau mengatakan bahwa gelar Syekh berasal dari Arab (dalam hal ini Mekkah).
Ketika berada di lokasi Masjid, saya dengan dibantu saudara Eka dan Hamli melakukan pengukuran terhadap beberapa bagian Masjid, diantaranya: ruangan utama, pintu ruang utama, jendela ruang utama, serambi (teras) sebelah kanan dan kiri, dan ketebalan tembok. Adapun hasilnya adalah: ruang utama Masjid (luasnya 11,20 m2), teras sebelah kiri (panjang : 11,41 m dan lebar : 7,64 m), teras sebelah kanan ( panjang : 12,20 m dan lebar 6,98 m), pintu ruang utama (tinggi : 1,94 m dan lebar 1 m), jendela ruang utama  (tinggi : 1,72 m dan lebar : 1,53 m), dan ketebalan tembok adalah 55 cm.
D.  Unsur-unsur Masjid
1.    Mihrab
Bentuk mihrab Masjid Kasunyatan – masih asli sampai sekarang - sama dengan Masjid-masjid kuno di Banten, yaitu pada bagian atasnya berbentuk setengah lingkaran dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Adapun ukurannya adalah: panjang 1,63 m, lebar 92 cm dan tinggi 1,79 m. terdapat hiasan yang ada pada dinding bagian atas mihrab, akan tetapi tidak ada penjelasan  maksud dari hiasan tersebut.
2.    Mimbar
Mimbar terbuat dari kayu yang letaknya sekitar 1 m ke belakang dari awal shop (barisan). Bentuk mimbar sama dengan Masjid-masjid kuno yang ada di Banten, yaitu memiliki 3-5 anak tangga dan pada bagian atasnya terdapat atap dari kayu yang menaungi khotib ketika khutbah. Terdapat sebuah pedang yang berasal dari Mekkah dan bentuknya bercabang dua yang artinya 2 kalimat syahadat.[8] Adapun ukuran mimbar adalah: panjang 2,57 m dan lebar 93 cm. Bentuk dan bahan yang di gunakan sebagai mimbar sampai sekarang masih asli, akan tetapi anak tangga yang ada pada mimbar sudah tidak asli lagi.
3.    Menara
Menara Masjid Kasunyatan terdapat di sebelah barat daya Masjid dengan tinggi yang 11 m. beberapa ahli menyebut menara tersebut mirip dengan menara Masjid Pacinan Tinggi yang tahun berdirinya diperkirakan tidak begitu jauh. Menurut Pijper menara ini bergaya arsitektur Portugis. Pada badan menara-sisi selatan, barat dan utara-terdapat tiga buah lubang yang menyerupai jendela, tetapi tidak berdaun jendela. Pada bagian atasnya diberi lubang angin dengan hiasan geometri. Atap menara terbuat dari konstuksi kayu yang dibentuk seperti payung terbuka yang ditutup dengan genting. Di bagian paling atas, tepat di tengahnya terdapat memolo atau mustaka.[9]
Mustaka menara Masjid Kasunyatan terbagi atas tiga bagian, yaitu bagian pangkal, bagian tengah dan bagian punjak. Pada bagian pangkal dan tengah terdapat kelopak bunga dan pada puncak terdapat seperti kumuda.[10]
Dahulu menara tersebut difungsikan sebagai tempat untuk mengumandangkan adzan, seperti layaknya fungsi menara Masjid Agung Banten. Sekarang menara tidak lagi difungsikan sebagai tempat untuk mengumandangkan adzan, kecuali ketika akan melaksanakan sholat Jum’at, menara difungsikan seperti fungsinya dahulu, yaitu sebagai tempat mengumandangkan adzan.[11]
4.    Kubah
Masjid Kasunyatan tidak memiliki kubah seperti layaknya Masjid-masjid yang ada pada masa sekarng khususnya di Banten. Pada bagian atap Masjid berbentuk tumpang yang memiliki tiga tingkatan dan ukurangnya makin ke atas makin mengecil. Di bagian paling puncak terdapat memolo atau mustaka yang memiliki bentuk hampir sama dengan bentuk memolo yang ada di puncak menara.
5.    Gapura
Terdapat tiga buah gapura di komplek Masjid Kasunyatan, satu diantaranya merupakan gapura yang msih asli bentuknya. Dan dua gapura lagi merupakan gapura yang dibangun masa kemudian, namun bentuknya sama persis dengan gapura yang masih asli. Gapura yang msih asli terletak di sebelah timur Masjid agak ke kanan, gapura ini berdekatan dengan bangunan cungkup makam Syekh Syukur Sepuh. Di bagian atas gapura terdapat hiasan yang konon menurut bapak Ridwan merupakan ciri khas Kesultanan Banten.
6.    Kolam
Kolam yang ada di Masjid kasunyatan merupakan kolam yang masih asli dan difungsikan masih seperti fungsi dulu, yaitu sebagai tempat untuk berwudhu. Kolam ini terletak di sebelah barat daya Masjid, tepatnya berada di depan menara. Kolam tersebut mempunya empat pintu[12] yang ada di setiap sisi kolam (barat, timur, selatan dan utara) disetiap pintu memiliki sepuluh anak tangga. Menurut bapak Ridwan kolam tersebut memiliki kedalaman sekitar 7-8 meter, ini diukur dari bagian atas kolam sampai ke dasar kolam. Dahulu kolam tersebut tidak memiliki atap seperti yang sekarang.
Air yang ada di kolam Masjid Kasunyatan berasal dari sumber atau mata air. Air yang ada di kolam menurut keterangan bapak Ridwan tidak pernah kering, kecuali apabila kolam tersebut akan di bersihkan, barulah air yang di kolam akan dikeringkan. Kemudian ada yang berbeda ketika saya berada di lokasi kolam, yaitu tidak adanya anak-anak yang mandi. Hal ini berbeda dengan ketika saya mengunjungi tempat tersebut empat bulan yang lalu. Tidak adanya anak-anak yang mandi di kolam, karena sekarang ada larangan mandi di kolam tersebut.







E.  Lampiran Fhoto
      
Mimbar tampak dari depan             Mihrab tampak dari kiri                   Kolam yang masih asli

                         
Gapura dengan bentuk yang masih asli                         Atap Masjid dengan tiga umpak

                         
Menara dengan memolo di puncaknya                           Pintu masuk menara


[1] Hasil survai di lapangan (minggu 12 Februari 2012)
[2] Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten, 2007. Dokumentasi Benda Cagar Budaya dan Kepurbakalaan Provinsi Banten. Hlm 117.
[3] Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten, 2007:117, mengutip dari bukunya Djajadiningrat 1983:39.
[4] Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten, 2007. Dokumentasi Benda Cagar Budaya dan Kepurbakalaan Provinsi Banten. Hlm, 94.
[5] Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang. Ragam Pusaka Budaya Banten. Hlm. 112.
[6] Tanah yang di berikan kepada seseorang atau masyarakat untuk dimanfaatkan.
[7] Sebutan yang lazim digunakan oleh tukang bangunan yang ada di kampng, adapun fungsi kuda-kuda ini sebagau panyangga atau panguat atap.
[8]Hasil wawancara dengan bapak Ridwan, pengurus Pemakaman Panembahan Sultan Maulana Yusuf.
[9] Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten, 2007. Dokumentasi Benda Cagar Budaya dan Kepurbakalaan Provinsi Banten. Hlm. 121.
[10]Majelis Ulama Indonesia Propinsi Banten, 2010. Panduan Iluminasi dan Kaligrafi al-Qur’an Mushaf al-Bantani. Hlm awal.
[11] Hasil wawancara dengan bapak Ridwan, pengurus Pemakaman Panembahan Sultan Maulana Yusuf..
[12] Pintu disini bukan pintu yang memiliki daun pintu, melainkan hanya sebagai jalan untuk sampai ke kolam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar