A. Pendahuluan
Kebudayaan akan terus eksis selama manusia ada. Manusia sang pencipta kebudayaan sekaligus pengguna dan pelestarinya. Manusia sebagai pencipta kebudayaan, melalui budi dan daya yang dimiliki manusia mencipta suatu karya yang memiliki nilai insani. Manusia sebagai pengguna, manusia menggunakan kebudayaan menjadi piranti/ alat pemenuhan kebutuhan, dan pemecah problema yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Manusia sebagai pelestari kebudayaan, manusia yang menjadi pencipta dan pengguna dituntut untuk terus membina, menjaga dan menumbuh kembangkannya sepanjang zaman. Itulah kedudukan berharga manusia dalam kebudayaan.
Kedudukan berharga manusia dalam kebudayaan tersebut belum dipahami kebanyakan manusia sendiri, begitu juga wujud kebudayaan belum dipahami sebagian besar manusia, padahal bila dicermati khususnya wujud kebudayaan telah berceceran dibanyak segi kehidupan lewat nilai-nilai insani yang menjadi sarana pemenuhan kebutuhan manusia dan yang dapat memanusiakan dirinya, dan memanusiakan manusia serta menjadikan manusia sebagai insan yang berbudaya dan beradab.
Kebudayaan tak akan mungkin timbul tanpa adanya manusia dan eksistensi masyarakat itu hanya dapat dimungkinkan oleh adanya kebudayaan. Seorang manusia yang tidak pernah mengalami hidup bermasyarakat tidak dapat menunaikan bakat-bakat kemanusiaannya yaitu mencapai kebudayaan. Dengan kata lain di mana orang hidup bermasyarakat, pasti mencapai kebudayaan. Dalam pembahasan makalah ini saya memaparkan sedikit bagaimana kebudayaan itu mampu mempengaruhi kehidupan manusia dan pergeseran budaya itu sendiri serta peran budaya dalam media pembelajaran, rencana dan alat untuk mencapai tujuan.
B. Arti dan Wujud Kebudayaan
Kebudayaan = cultuur (dalam bahasa Belanda) = culture (dalam bahasa Inggris) = tsaqafah (bahasa Arab), berasal dari kata Latin “Colere” yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah dan bertani. Dari segi arti ini berkembanglah arti culture sebagai “segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam”.
Ditinjau dari sudut bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta “Budhayah” yakni bentuk jamak dari Budhi yang berarti budi atau akal. Jadi kebudayaan adalah hasil dari budi atau akal manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup.[1]
Kebudayaan lahir dan hidup bersama masyarakat manusia, masyarakat menjadi wadahnya dan manusia yang melahirkannya. Masyarakat dalam perjalanan hidupnya tidak dapat dilepaskan dari berbagai kompleksitas aktifitas yang harus dilakukan dengan mengacu pada dasar, norma, aturan dan adat kebiasaan yang berlaku. Aneka karya pikiran, hasil aktifitas manusia yang berdasarkan budinya itu dinamakan kebudayaan. Bakker mengemukakan kebudayaan adalah penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai insani.[2]
Berkiblat dari pemikiran di atas dapat diambil simpulan bahwa kebudayaan (dalam arti luas) adalah hasil budi manusia yang bersumber dari cipta, rasa dan karsanya dalam suatu ruang dan waktu; kebudayaan (dalam arti sempit) adalah hasil budi manusia yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan sekelompok manusia yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan waktu. Dengan demikian kebudayaan pada dasarnya sangat kompleks karena bukan hanya terbatas pada hasil budi sekelompok sosial manusia yang menempati ruang/tempat tertentu dan atau hasil karya seni pisik/bendawi yang hanya dapat diindera seperti: seni pahat, lukisan, tarian, pakaian atau bangunan khas (suatu daerah), tetapi lebih dari itu kompleks ide/gagasan, adat kebiasaan, norma, kepercayaan, dan nilai-nilai insani yang lain dalam kehidupan masuk dalam lingkaran kebudayaan. Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan: kebudayaan adalah konfigurasi nilai atau susunan nilai: nilai ilmu, ekonomi, solidaritas, agama, seni, dan kekuasaan.[3] Nilai-nilai insani yang ada dalam kehidupan itu memiliki pengaruh besar dalam membentuk pola/gaya/cara hidup manusia, dengan kata lain pola rasa, pola pikir dan cara hidup manusia akan sangat terpengaruh oleh nilai-nilai yang ada dan tumbuhkembang dalam masyarakat. Namun tidak dapat dipersalahkan bila ada orang yang mengartikan kebudayaan sebatas hasil karya (seni) manusia sebagai kelompok masyarakat tertentu yang betwujud lahiriah/ eksplisit, kebudyaan di sini diletakkan pada definisi yang sempit bukan kebudayaan diletakkan dalam arti yang luas.
Kebudayaan yang dihasilkan sekelompok masyarakat yang secara garis besar berwujud kompleks gagasan, norma, adat kebiasaan, kepecayaan, dan nilai insani yang lain digolongkan masuk kebudyaaan rohaniah/implisit, dan wujud kompleks prilaku/perbuatan dan benda seni pisik karya manusia digolongkan masuk dalam kebudayaan lahiriah/ekplisit.
Wujud kebudayaan ada 2 macam: (1) kebudayaan ekplisit, dan (2) kebudayaan implisit. Kebudayaan rohani/implisit bersifat abstrak karena berpusat di otak, tidak dapat diraba dan diamati indera manusia, dan kebudayaan lahiriah/eksplisit bersifat konkrit karena bisa diamati dan diraba manusia. Kedua wujud kebudayaan tersebut memiliki saling keterkaitan dan atau ketergantungan satu dengan yang lain. Kedua wujud kebudayaan itu pun selalu berkembang dalam masyarakat yang mana masyarakat sendiri juga menjadi produsen dan konsumen kebudayaan.[4]
C. Perubahan Kebudayaan
Kebudayaan yang lahir dan hidup dalam masyarakat ini pada dasarnya selalu mengalami perubahan. Perubahan kebudayaan ini terjadi disebabkan perubahan berbagai macam hal. Perubahan kebudayaan terjadi disebabkan berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri, dan perubahan lingkungan alam dan pisik.tempat mereka hidup.[5]
Kebudayaan akan selalu mengalami perubahan, dan perubahan itu disebabkan kehidupan masyarakat berubah, nilai kebudayaan berubah, dan lingkungan alam dan fisik berubah. Selain itu ruang dan waktu akan mempengaruhi berubahnya kebudayaan, karena ruang dan waktu ikut serta menentukan jalannya roda kebudayaan.
Waktu perubahan kebudayaan berjalan tidak selalu sama, perubahan kebudayaan dapat berjalan dalam waktu cepat, sangat lambat atau di antara keduanya tergantung oleh ruang, waktu dan tempo yang berjalan. Jika perubahan kebudayaan berjalan sangat lambat atau berjalan di tempat maka terkesan/terlihat tidak ada perubahan. Namun perubahan kebudayaan akan cenderung seirama dengan hidup masyarakat. Kebudayaan berubah seirama dengan perubahan hidup masyarakat. Perubahan itu berasal dari pengalaman baru, pengetahuan baru, teknologi baru dan akibatnya dal;am penyesuaian cara hidup dan kebiasaannya kepada situasi baru. Berubahnya sesuatu dalam kehidupan manusia baik yang terkait dalam wujud pisik atau non pisik pada hakikatnya akan membawa atau menjadikan perubahan dalam kebudayaan. Sedangkan proses perubahan kebudayaan dapat terjadi melalui imitasi, discovery, invensi dan defusi. Imitasi: peniruan kebudayaan primitif/sederhana atau kebudayaan yang maju oleh generasi muda terhadap generasi tua. Discovery: penemuan baru. yang mengubah persepsi hakikat sesuatu. Invensi: pembuatan bentuk baru melalui proses penciptaan dan didasarkan pengkombinasian kebudayaan yang telah ada. Difusi: persebaran unsur-unsur kebudayaan dari suatu tempat ke tempat lain oleh kelompok manusia.
Proses perubahan kebudayaan tidaklah sesingkat membalikkan telapak tangan, tapi membutuhkan waktu yang relatif panjang karena memerlukan pemikiran-pemikiran yang baik untuk dapat melahirkan suatu kebudayaan (baru) yang baik dan memerlukan penyesuaian-penyesuaian yang arif bijaksana agar kebudayaan (baru) dapat diterima masayarakat banyak serta tidak menimbulkan benturan-benturan yang merisaukan dan menyakitkan, serta kebudayaan (baru) hasil perubahan tidak diasingkan. dan mengalami kesepian dalam kesendirian, karena perubahan kebudayaan pada hakikatnya pengayaan kebudayaan.
D. Kebudayaan sebagai Rencana
Kebudayaan dapat dipandang sebagai cara-cara untuk mengatasi masalah. Dan bila ditelusuri lebih dalam untuk mencapai tujuan bukan saja piranti yang dibutuhkan harus ada, namun agar piranti tersebut dapat digunakan efektif dan atau efisien dalam mencapai tujuan yang hakikatnya berada dalam lingkaran masa depan maka memerlukan sebuah rencana dan atau strategi yang matang/baik, dengan kata lain rencana dan atau strategi yang baik akan membawa manusia pada pencapaian masa depan atau hari esok yang cerah sebagai titik tujuan. Kebudayaan merupakan strategi atau rencana yang dibuat oleh manusia dan diarahkan kepada hari depan. Dengan demikian kebudayaan bukan saja merupakan alat/piranti untuk menggapai tujuan, hari depan yang cerah, tetapi sekaligus sebagai strategi dan atau rencana masa depan, masa depan yang panjang, masa depan yang diperebutkan tangan-tangan insan.
Mencapai hari/masa depan yang cerah menjadi impian setiap orang, untuk itulah memerlukan rencana yang baik dan alat yang baik pula. Kebudayaan sebagai rencana masa depan kehidupan manusia, yang mana manusia sendiri sebagai produsen dan sekaligus konsumen kebudayaan oleh karenanya manusia haruslah dapat melahirkan kebudayaan yang baik, kebudayaan yang memiliki nilai kemanusiaan dan nilai keilahian, kebudayaan yang membumi dan melangit.
Kebudayaan yang memiliki nilai kemanusiaan dan nilai keilahian atau kebudayaan yang membumi dan melangit inilah yang dapat membuat manusia dalam suasana keaktifan, kedinamisan, keoptimisan, kearifan dan keselarasan/ keseimbangan serta kesadaran terhadap dirinya baik sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk Tuhan. Kebudayaan ini pula yang dapat melepaskan tali belenggu kebodohan dan pembodohan, kemiskinan dan pemiskinan (moral). Juga menjadi peluru yang dapat merobek tabir misteri kehidupan, dan peluru penembus dinding penyekat ruang dan waktu yang sempit dan menyempit yang terus membentengi kehidupan manusia. Dan pada akhirnya melalui kebudayaan yang didasari nilai kemanusiaan dan keilahian manusia mampu meraih hari depan yang cerah sebagai titik tujuan yang dicita-citakan. Bahwa ruang dan waktu menentukan kebudayaan.[6] Berbeda ruang berbeda kebudyaannya. Berlainan waktu berlainan kebudayaannya. Kebudayaan pada hakikatnya terus berubah sesuai perkembangan zaman dan menjadi media yang menjadikan manusia mengerti dirinya dan dunianya, menjadikan insan yang berbudaya dan beradab, serta menjadi jembatan emas yang mengantarkan manusia meraih hari depan yang dicita-citakan yang didasari nilai kemanusiaan dan keilahian.
E. Kebudayaan Menjadi Piranti/Alat Pencapain Tujuan
Manusia dalam mengarungi bahtera kehidupan ingin selalu dapat memenuhi keinginannya atau mewujudkan harapannya yang jauh hari telah dicanangkan, dan tidak mengalami kegagalan, tidak ingin terkungkung dalam penderitaaan dan dililit berbagai permasalahan hidup karena kegagalan dan penderitaan sesuatu yang dapat mengecewakan, mengerikan, dan menjadi penghambat manusia dalam menggapai kesuksesan. Untuk itu manusia berjuang keras dengan berbagai aktifitas budinya untuk meraih harapannya dengan melahirkan sesuatu apa yang dinamakan kebudayaan. Karena pada hakikatnya kebudayaan yang merupakan hasil budi manusia merupakan sebuah piranti/alat yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, dan mengatasi masalah-masalah kehidupan.
Kebudayaan dapat dipandang sebagai cara-cara mengatasi masalah-masalah yang dihadapi. Kebudayaan sebagai strategi untuk mengatasi masalah dalam kehidupan, dan menjadi sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup, oleh karenanya kebudayaan memiliki peran penting dalam kehidupan manusia, kebudayaan merupakan sebuah alat/piranti penunjang untuk mencapai tujuan yang didambakan. Melalui kebudayaan manusia mampu memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya dengan menggunakan berbagai metode/strategi yang sesuai, serta melalui kebudayaan manusia dapat mewujudkan harapannya, dan mencapai hari depan yang cerah. Tanpa kebudayaan manusia akan berada di persimpangan jalan, ada dalam kebingungan dan penderitaan dan atau hidup dalam kematian yang tak ubahnya patung yang tak pernah berkata dan tertawa. Oleh karenanya manusia harus dapat menciptakan, menggunakan, membina dan membawa kebudayaan dengan baik, jangan sampai manusia sendiri tergilas oleh roda kebudayaan yang akan menjadikan manusia sengsara dan lupa akan dirinya dan Tuhannya. Tetapi tidak menutup kemungkinan manusia akan tergilas roda kebudayaan yang terus berjalan jika kebudayaan dijadikan sebagai tujuan akhir kehidupan, dan bahkan kebudayaan menjadi Tuhannya.[7]
F. Budaya Sebagai Media Belajar
Manusia memeliki bakat yang telah terkandung dalam gennya, untuk mengembangkan berbagai macam persaan, hasrat, nafsu serta emosinya, tetapi wuud dan pengaktifannya sangat dipengaruhi berbagai stimulasi yang terdapat dalam lingkungan misalnya, budaya dan alam sekitarnya. Perasaan ppertama saat bayi dilahirkan adalah rasa puas dana tak puas sehigga ia menangis. Lingkungan yang berbeda saat ketika ia masih dalam kandungan ibunya menyebabkan ketidak puasan yang pertama kali dirasakannya. Baru setelah ia diselimuti dan diberikan kesempatan untuk menyusu pada ibunya barulah ia mulai merasa puas.
[5] Rohiman Notowidagdo, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Quran dan Hadist, Jakarta : Raja Gravindo Persada,hal 52
Tidak ada komentar:
Posting Komentar